septiayu

Pertama Kali Berjilbab -Serial Hijrah #1

2 komentar

pertama kali berjilbab


Selalu ada cerita dibalik momen pertama kali berjilbab bagi seorang muslimah yang dengan kesadarannya memilih untuk menutup auratnya. Berjilbab bisa ditandai sebagai momen hijrah bagi seorang muslimah untuk lebih dekat Pada Pemilik Kehidupan. 

Sob, kali ini saya merilis serial terbaru, yakni serial hijrah. Serial Hijrah ini bercerita tentang pengalaman hijrah saya dan teman-teman yang berbagi cerita. Oh ya, kalian juga boleh berbagi cerita tentang pengalaman hijrah dalam bentuk apapun, nanti kisah kalian akan saya tulis dan posting di blog Mozaik Kehidupan. 

Oke Sob tak perlu berpanjang kalam, Serial Hijrah pertama ialah cerita pengalaman saya sendiri Sob. Kali ini, saya akan bercerita pengalaman pertama kali berjilbab pada saat duduk di kelas delapan SMP, selamat membaca! 

Jilbab 


“Apa ujian terberat dalam hidupmu?” 

Tanya seorang wanita yang tiga tahun lebih tua di hadapan seoarang gadis dalam suatu wawancara. Gadis itu tak bersuara, matanya berair, menetes. Jarinya menunjuk kain yang menutup kepalanya. Ingatannya kembali kepada peristiwa pada enam tahun silam, seperti video yang diputar ulang, terlihat jelas setiap detil peristiwa demi peristiwa yang ia alami. Babak baru dalam hidupnya, yang disebut-sebut sebagai jalan hijrah. 

“Apakah ada waktu cukup untuk mengisahkannya?” Bisik gadis itu nyaris tak terdengar, tersamarkan oleh isaknya yang menderu. 

“Ceritakanlah...” 

Gadis itu memulai kisahnya. 

*** 

Pertengahan tahun 2006. Gadis itu tengah bercermin merapikan seragam sekolah. Seperti biasa, setiap pagi aktivitas di rumahnya riuh oleh dua orang anak, laki-laki dan perempuan yang sibuk berbenah untuk berangkat sekolah, sesekali ditimpali teriakan Mamak mereka menyuruh segera mandi, sarapan, cek buku-buku. Semua dilakukan serba kilat karena pagi sekali mereka harus sudah berjalan kaki ke sekolah. 

“Kamu tadi nggak sholat subuh ya?” Tanya kakak laki-laki si gadis pada saat sarapan. 

“Enggak.” Jawab si gadis singkat. 

“Dosa tau!” 

“Biarin.” 

“Iih, dibilangin ngeyel bener.” 

“Si adek nggak sholat karena haidh Bang. Udah segera makannya!” Kali ini Mamak yang menjawab. 

“Eh, udah haidh? Tahu nggak, kalau udah haidh itu wajib pakai jilbab. Wajib menutup aurat.” 

Si gadis hanya manyun menirukan gaya Abangnya bicara. Sebenarnya si Abang sudah tahu alasan kenapa adiknya tidak sholat. Begitulah dia, setiap hari hanya mengulang-ulang pertanyaan yang sama. Tak menyerah, agar adiknya mau berjilbab. 

“Bang, aku nggak punya seragam panjang, baju-bajuku juga tak banyak yang panjang. Bagaimanalah nanti kalau aku berjilbab, pakai baju itu-itu saja?” Keluh sang adik sekali waktu, bosan mendengar celoeh Abangnya yang setiap hari merapal ayat-ayat kewajiban wanita yang telah baligh. 

“Tenang, nanti kau pakailah semua baju-bajuku yang panjang. Seragam pasti Mamak mau belikan.” 

“Tapi Bang, kau tahu sendiri kelakuanku macam apa. Kemarin saja aku berkelahi sama si Safrul anak kelas tujuh itu.” 

“Justeru dengan berjilbab akan menahanmu dari kelakuan kau yang macam anak laki itu.” 

“Aduh bang, gimana eskul Voli, belum lagi aku mau ikut tim basket sekolah. Satu lagi bang, rumah kita ini baru dibangun, kamar mandi belum jadi, bagaimana pula aku nanti.” 

Si gadis selalu punya alasan untuk menolak berjilbab. Meski dalam hati kecilnya membenarkan semua yang dikatakan Abangnya. Belum lagi saat di sekolah pelajaran agama, sang guru turut berkomentar tentang kewajiban wanita untuk menutup auratnya. “Jilbab, jilbab, jilbab, kenapa sih semua orang harus bilang begitu!” Teriak sang gadis sekali waktu, meski tingkahnya menolak, hati kecilnya selalu mengiyakan. Namun, prasangkanya mendominasi untuk menolak. Ia hanya menimbang lantas menepis. Hingga suatu peristiwa mengantarnya untuk mantap berjilbab. 

Kamis siang yang terik, entah siapa yang memulai, perkelahian itu sudah membuncah. Si gadis main pukul dengan adik kelasnya Safrul. Anak perempuan melawan anak laki. Heboh sudah sampai dilaporkan teman sekelasnya ke guru BK. Digiringlah keduanya ke ruang BK. Kedua begundal sekolah itu bersalaman, masalah selesai. 

Sesampainya di rumah, si gadis merenung. Ia sebenarnya tak lupa detil kejadian hari kamis itu, hanya saja ia malu menceritakannya. Siang itu ia tengah berjalan ke kantin, dan sengaja betul Safrul memainkan rok si gadis dengan menggunakan bilah kayu hingga rok si gadis tersingkap. Si gadis muntab, marah betul ia sampai memukul Safrul, pecahlah perkelahian yang berakhir di ruang BK. 

“Aku bilang apa, berjilbab, besok-besok tak ada yang berani ganggu kau lagi.” Begitu ucap Abangnya saat tahu adiknya berkelahi lagi. 

kewajiban muslimah

*** 

Senin pagi, di tahun 2006. Belum ada Oki Stiana Dewi dengan jilbab OSD yang terkenal. Belum ada seorang pun di kampungnya yang mengenakan jilbab tanpa melepasnya ketika berpergian. Mungkin itulah yang disebut hidayah, Si gadis mengambil seragam jualan Mamaknya, ia mematut diri di cermin. Jilbab yang ia kenakan jilbab putih kusam seragam Mamaknya sewaktu sekolah dulu. 

Mamaknya terdiam menyaksikan anak gadisnya berubah. Hanya pesan rutin yang terucap seperti biasa, “Hati-hati di jalan, kalau nyebrang tengok kanan kiri.” 

Bapaknya yang heboh, “Eh, ngapain kamu, memang sudah punya seragam pramuka?” 

Si gadis hanya menggamit tangan Bapaknya, lantas berpamitan. 

Sepanjang jalan kenangan, ehe, sepanjang jalanan kampung ia menjadi buah bibir warga yang menyaksikan penampilannya. Menjadi sorotan, tak ada hentinya komentar yang berhamburan, 

“Eh, pakai jilbab, selamat ya Neng, semoga istiqomah.” Begitu ucapan pertama yang menyenangkan dari teman laki-lakinya. Sayang, hanya prolog menyenangkan, setelahnya. Bersahut-sahutan komentar warga di kampungnya, 

“Eh, nanggung amat, udah mau lulus juga.” 

“Heh, kau sakit apa?” 

“Heh, musti kau borokan ya?” (borokan itu sakti di kepala yang bisa berupa gatal-gatal, koreng, dan berkutu) 

“Banyak kutunya kah sampai ditutup begitu?” 

Si gadis hanya meringis, tak menjawab komentar warga. Nyatanya tak sampai di situ. Di sekolah, si gadis tergesa-gesa masuk kelas. Semua anak yang melihatnya berlarian mengintip ke kelas si gadis. Entah dengan pandangan aneh macam melihat alien, atau penasaran macam lihat artis. Nyatanya si gadis menunduk, ingin sekali rasanya ia menghilang dari ruangan itu. Menghilang begitu saja. Tapi ada perasaan aneh yang menyusup, si gadis merasa aman. Merasa ada yang menjaganya. Ia mulai meresapi kata-kata Abangnya. Dan betul saja, Abangnya menepati janji untuk menjaganya. (bersambung...) 

ayat tentang hijrah

*** 

Bersambung ke Serial Hijrah #2, Insya Allah. Semoga kisah ini bermanfaat ya Sob! Nantikan kisah berikutnya, jangan sampai terlewat kisah Pertama Kali Berjibab di Serial Hijrah. 
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

2 komentar

  1. Masya Allah, kadang perjalanan menggunakan hijab itu gak instan dan mudah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Zakia, selalu ada cerita dan hikmah dibaliknya

      Hapus

Posting Komentar