septiayu

Penjaga Lentera Kanreapia: Jamaluddin Mencerdaskan Petani dari Kandang Bebek

“Kalau soal ekonomi, kami sebenarnya tidak kekurangan. Hasil pertanian di sini melimpah, cukup untuk membiayai anak-anak sampai kuliah. Tapi, ya itu, tidak ada motivasi. Lingkungan kami sudah terbiasa dengan mindset: untuk apa sekolah tinggi, jadi petani saja bisa dapat uang, hidup berkecukupan.”

“Saya juga sempat putus sekolah saat SMA. Satu tahun saya malas datang ke sekolah,” kenang Jamaluddin Daeng Abu, pejuang pendidikan dari Timur Indonesia.

jamaluddin daeng abu

Pagi itu, embun enggan menepi. Seorang pria yang baru saja meraih gelar magister dari salah satu kampus ternama di Kota Daeng, duduk resah di pondok kecil bekas kandang bebek keluarganya. Tetapi, siapa sangka, dari keresaahan itu ia memulai langkah kecil, menyalakan semangat belajar di tanah kelahirannya.

Jamaluddin Daeng Abu, atau akrab disapa Jamal, tumbuh dari keluarga petani Kanreapia, desa sejuk di kaki Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa. Kanreapia dikenal sebagai sentra sayur terbesar di Sulawesi Selatan.

Tanah subur yang memberi kecukupan bagi lebih dari seribu petani. Namun, di balik kemakmuran itu, ada kenyataan getir yaang membuat Jamal gelisah: banyak anak putus sekolah, maraknya pernikahan dini, dan kesadaran menjaga lingkungan masih rendah.

Dari kegelisahan itulah, bara kecil dalam diri Jamal perlahan menyala. Bara yang kelak menuntunnya menyalakan lentera perubahan di tanah kelahirannya.

Realita Pendidikan di Kanreapia

Kanreapia salah satu desa terluar di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dengan kesadaran pendidikan yang masih rendah. Data Dukcapil tahun 2024 mencatat, dari 825 ribu penduduk Gowa, hanya 6,46 persen yang berhasil menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sementara sebagian besar lainya berhenti di jenjang sekolah dasar hingga menengah, dengan rincian lulusan 17,95 persen lulusan SMA, 11,73 persen SMP, dan 17,56 persen SD.

Lebih dari sepertiga penduduk Gowa bahkan belum pernah mengecap bangku sekolah, sementara 12,43 persen lainnya tidak menamatkan Sekolah Dasar. Di balik angka-angka itu, tersembunyi potret generasi yang tumbuh dengan keterbatasan akses dan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.

anak petani

Anak-anak petani di desa Kanreapia tumbuh dalam lingkungan yang memandang pendidikan bukan sebagai prioritas utama. Akses dan fasilitas pendidikan yang terbatas semakin memperberat tantangan mereka.

Banyak dari mereka memilih membantu orang tua di kebun ketimbang melanjutkan pendidikan. Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi misalnya, para pelajar harus menempuh perjalanan jauh dengan kondisi jalanan rusak dan terjal untuk sampai ke kampus di ibu kota provinsi. Tak mengherankan jika lulusan perguruan tinggi dari wilayah ini masih bisa dihitung dengan jari.

Salah satu yang pernah merasakan kerasnya kenyataan itu adalah Jamaluddin. Ia sempat berhenti sekolah selama hampir satu tahun saat duduk di bangku kelas dua SMA. Lingkungan di sekitarnya pun menganggap hal itu wajar.

Beruntung, saat itu Jamaluddin tak benar-benar berhenti belajar. Ia masih gemar membaca buku, dan dari buku-buku itulah semangatnya untuk sekolah kembali tumbuh. Dorongan untuk tidak menyerah pada keadaan membawanya melanjutkan sekolah yang sempat tertinggal.

Kini, Jamaluddin bukan lagi remaja yang menyerah dengan pendidikan. Tahun ini Ia justru berhasil menyelesaikan pendidikan Doktoral Ekonomi Syariah di UIN Alauddin Makassar.

Rumah Koran: Gerakan Literasi dari Kandang Bebek

rumah koran gowa

“Suksesnya suatu desa, jika paling tidak ada satu rumah baca atau komunitas yang peduli pendidikan di sana,” tutur Jamaluddin saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Bagi pria kelahiran 1988 ini, buku adalah penyelamat. “Buku, majalah, dan koran yang saya baca saat SMA menyelamatkan saya dari putus sekolah. Dari sanalah saya mendapat motivasi untuk kembali melanjutkan pendidikan yang sempat terhenti,” kenangnya.

Semangat itulah yang ingin Jamal wariskan, “Saya ingin anak-anak petani Kanreapia memiliki akses informasi dan semangat belajar yang tinggi, agar bisa menjadi petani literat. Itulah awal mula berdirinya Rumah Koran.”

Tahun 2014, desa Kanreapia yang dihuni sekitar 5.100 jiwa, belum memiliki satu pun rumah baca. Jamal memulai langkah kecilnya dari tempat sederhana, bekas kandang bebek milik orang tuanya. Koran-koran bekas yang ia kumpulkan dari kampus tempatnya kuliah ditempelkan ke dinding kandang itu.

Bagi Jamal, koran bukan sekadar lembar berita, tetapi sumber pengetahuan yang mudah dijangkau, inspiratif, dan tak lekang oleh waktu. Anak-anak petani mulai berdatangan. Di pondok kecil itu, Jamal mengajarkan mereka membaca, menulis, berhitung, mengaji, dan menumbuhkan motivasi agar mereka tak mengulang nasibnya: putus sekolah.

“Sarjana pulang kampung kok tempel koran. Harusnya kerja kantoran!” begitu komentar sinis yang kerap ia dengar. Tapi Jamal tak gentar. Di desa yang terletak di ketinggian 1.600 mdpl itu, ia bertekad menyalakan lentera literasi.

literasi rumah koran

Perlahan kegiatan Rumah Koran mulai berkembang. Setelah membaca koran, anak-anak diminta menuliskan isi bacaan, lalu menyampaikan kembali dengan kata-kata mereka sendiri. Dari sana, mereka belajar membaca, menulis, dan berbicara, tiga keterampilan dasar literasi yang menjadi jembatan menuju masa depan.

Setiap Minggu, Jamal membawa anak-anak belajar langsung ke kebun dan sungai. Mereka mengenal berbagai jenis tumbuhan, membersihkan sungai, dan belajar mencintai alam. Baginya, pendidikan bukan sekadar duduk di ruang kelas, tetapi pengalaman hidup yang membentuk karakter.

Dengan kesabaran, semangat belajar itu menular. Petani muda dan tua mulai berdatangan ke Rumah Koran. Awalnya mereka hanya datang untuk berbincang ringan menghilangkan penat. Lambat laun obrolan meningkat seputar pertanian, tentang hama dan pupuk. Dari obrolan sederhana itu lahirlah ruang belajar.

Rumah Koran pun menjadi pusat literasi dan pembelajaran pertanian berkelanjutan. Mulai dari teknik pengolahan lahan, budidaya komoditas seperti markisa lokal, hingga pelatihan literasi digital bagi petani agar mampu bersaing dalam pemasaran hasil panen.

Dari Rumah Koran untuk Kelestarian Lingkungan

Rumah Koran terus bertumbuh. Aktivitas belajar anak-anak petani kini melibatkan para relawan pengajar yang datang membantu. Tahun 2014 hingga 2017, Rumah Koran berhasil menumbuhkan kesadaran baru di tengah masyarakat Kanreapia, terutama bagi anak-anak petani, pemuda tani, hingga petani tua tentang pentingnya pendidikan.

Pembelajaran yang semula bermula pada gerakan literasi dasar, menjelma menjadi ruang belajar pertanian berkelanjutan. Program ini bukan hanya menekan angka buta huruf atau mencegah anak putus sekolah, tetapi juga mengajak para petani untuk bertani dengan cara yang lebih cerdas, sehat, dan ramah lingkungan.
literasi petani
Salah satu persoalan mendasar di Kanreapia adalah penggunaan pupuk kimia dan vitamin tanaman secara sembarangan. Kata Jamal,“Kebanyakan petani tua tidak bisa membaca. Itu yang membuat mereka tidak memahami aturan penggunaan pupuk atau vitamin yang tertera pada kemasan.”

Kesadaran itulah yang mendorong Jamal terus bergerak. “Penggunaan pupuk berlebihan bukan hanya berdampak pada kesehatan petani, seperti iritasi kulit, tetapi juga mencemari lingkungan dan merusak kesuburan tanah dalam jangka panjang. Kita tidak ingin mewariskan tanah dan lingkungan yang rusak pada generasi mendatang,” tegasnya.

Sebagai sentra sayur terbesar di Sulawesi Selatan, Kanreapia menyuplai lebih dari 20 ton sayur-mayur setiap hari, kentang, labu, kol, sawi, seledri, daun bawang, tomat, dan banyak lagi. Produktivitas ini tidak hanya lahir dari tangan-tangan petani, tetapi juga dari alam yang terjaga.

kampung berseri astra

Tahun 2017 menjadi momentum penting bagi Jamal dan Rumah Koran. Tahun itu, ia meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra. Sebuah pengakuan atas perjuangan yang lahir dari kandang bebek sederhana. Dari sanalah, Jamal dikenal sebagai Sang Pencerdas Anak Petani dari Gowa. 

Babak baru dimulai, usai menerima penghargaan, pintu perubahan terbuka semakin lebar. Astra tidak hanya memberi apresiasi, tetapi juga dukungan nyata yang mendorong Kanreapia untuk terus berinovasi. Desa ini kemudian berkembang menjadi Kampung Berseri Astra (KBA) Kanreapia, langkah baru menuju desa yang lebih maju, mandiri, dan lestari.

Perjalanan Kampung Berseri Astra Kanreapia

SATU Indonesia Awards

“Astra itu mencari lilin-lilin yang menerangi negeri. Lilin itu adalah anak bangsa yang memberi manfaat bagi masyarakat melalui aksi nyata,” tutur Jamal mengenang awal pertemuannya dengan Astra.

Lanjutnya, “Setelah menemukan lilin itu, Astra memberikan bimbingan, sehingga kami terbantu mencari solusi atas setiap permasalahan di Kanreapia.”

Tahun 2020, Kanreapia resmi menjadi Tunas Kampung Berseri Astra (KBA). Dari sinilah langkah perubahan dimulai. Empat pilar utama Kampung Berseri Astra menjadi pondasi bagi desa ini untuk tumbuh sebagai kampung yang mandiri, berdaya, dan lestari.

Empat Pilar yang Membangun Kanreapia

Tunas Kampung Berseri Astra (KBA) Kanreapia tumbuh di atas empat pilar, yaitu, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kewirausahaan. Keempatnya menjadi fondasi perubahan di Kanreapia.

Dari pilar pendidikan, melalui Rumah Koran anak-anak petani belajar dan didampingi secara rutin. Kini, lebih dari seratus anak mendapat manfaatnya. Rumah Koran juga menjadi magnet bagi pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah yang datang belajar tentang literasi pertanian dan pendidikan berbasis komunitas. Pada tahun 2019 digelar Kemah Literasi Inklusi se-Sulawesi Selatan, yang menjadikan Kanreapia sebagai ruang belajar terbuka bagi siapa pun.

petani dari belanda

Pada pilar kesehatan, warga didorong untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Bersama Astra, mereka memperkuat posyandu, membangun toilet umum, serta mengadakan edukasi pertanian sehat. Uniknya, setiap posyandu yang diadakan di tujuh dusun, diihadirkan rumah baca mini. Sehat dan literat tumbuh beriringan sejak usia dini.

Pilar lingkungan menjadi jiwa dari gerakan ini. Dengan semangat Akkammisi (tradisi gotong royong yang dilakuan setiap hari kamis) para petani membangun dan merawat seratus embung yang mengalirkan kehidupan untuk 1.800 hektare lahan pertanian.

Praktik pertanian organik pun terus dikembangkan, begitu pula kesadaran menjaga alam. Warga rutin menanam pohon, membersihkan sungai, dan mengolah sampah plastik menjadi kerajinan bernilai jual.

embung pertanian
Melalui pilar kewirausahaan, Tunas KBA Kanreapia mengembangkan pasar tani offline dan online untuk memperluas jangkauan hasil panen. Kini, sayuran segar dari Kanreapia telah menembus pasar di Morowali, Kalimantan, hingga Maluku.

Sinergi dari keempat pilar ini menjadikan Kanreapia bukan hanya desa yang mandiri, tapi juga destinasi ekowisata edukatif. Banyak pengunjung dari dalam maupun luar negeri datang untuk belajar tentang pertanian organik, lingkungan lestari, dan pemberdayaan masyarakat berbasis literasi.

sedekah sayur

Tak berhenti di situ, warga juga menjalankan program sosial Sedekah Sayur yang lahir dari kepedulian di masa pandemi Covid-19. Petani mengumpulkan hasil panen untuk disalurkan ke panti asuhan yang membutuhkan. Gerakan Sedekah Sayur kini menjangkau lebih dari seratus panti asuhan di lima kabupaten dan kota, serta turut memasok dapur umum TNI dan Polda Sulsel saat bencana melanda Sulawesi.

Dalam satu tahun perjalanan sebagai Tunas KBA, berkat ketekunan Jamaluddin dan kekompakan warga, Kanreapia akhirnya resmi ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra. Sebuah desa yang produktif, peduli lingkungan, dan menjadi contoh bagi desa-desa lain di Indonesia.

Jejak Dampak: Dari Desa untuk Indonesia dan Dunia

belajar pertanian jepang

“Kalau bukan karena Rumah Koran, mungkin saya tidak akan berani bermimpi sejauh ini,” tutur Aditya Isykar, salah satu anak petani yang dulu bermain dan belajar di Rumah Koran. Kini, ia menempuh studi pertanian di Jepang melalui program Japan Agriculture Exchange Council.

Bagi Jamal, perubahan paling membanggakan adalah melihat para orang tua tani yang dulu ragu, kini justru mendorong anak-anaknya datang ke Rumah Koran. “Melihat semangat masyarakat yang mau berubah, dan anak-anak petani yang kini bisa menempuh pendidikan tinggi, menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya,” ungkapnya.

Para petani pun merasakan manfaat nyata dari kolaborasi dukungan Astra, pemerintah, dan swasta. Di anatara manfaat yang didapatkan petani, 1.000 pupuk organik, 100 cangkul dan drum penampung air, satu unit traktor, serta pendampingan ilmu pertanian dan pelestarian lingkungan.

Jamaluddin bersama petani muda Kanreapia juga terus menorehkan prestasi. Mereka meraih berbagai penghargaan nasional, mulai dari Pemuda Berprestasi Kabupaten Gowa, HKTI Innovation Awards, Pelopor Gerakan Literasi Milenial Berkarya, hingga Penghargaan Komunitas Peduli Sungai dari Kementerian PUPR.

Ensia awards 2025

Kampung Berseri Astra Kanreapia berkembang menjadi desa percontohan Program Kampung Iklim (ProKlim). ProKlim merupakan program pemerintah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam adaptasi perubahan iklim dan mitigasi emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2022, Kanreapia meraih penghargaan tertinggi Kampung Iklim Lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Capaian itu membuka jalan bagi Jamal untuk melangkah ke panggung dunia. Pada tahun 2023, ia mewakili Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP-28) di Dubai, Uni Emirat Arab. Ia membagikan praktik baik warga Kanreapia dalam menjaga iklim dan lingkungan melalui tradisi Akkammisi dan Sibali'i, kearifan lokal yang menanamkan harmoni antara manusia dan alam.

Belum lama berselang, pada September 2025, Jamal kembali menorehkan prestasi. Ia meraih Environmental and Social Innovation Award (Ensia Award) kategori Local Hero: Sistem Pangan Sehat untuk Manusia dan Ekosistem.

Menjaga Api Tetap Menyala

“Kanre itu artinya menyala, apia berarti api. Bagi saya, Kanreapia adalah api literasi yang terus menyala,” ujar Jamal.

Siapa sangka, langkah kecil yang ia mulai dari bekas kandang bebek mampu menyalakan perubahan besar, bukan hanya bagi petani Kanreapia, tetapi juga bagi Indonesia, bahkan dunia.

Perjalanan sejak 2014 hingga 2025 tentu tidak mudah. Berbagai rintangan hadir, namun Jamal tak pernah berhenti melangkah.

“Rasa syukur atas apa yang saya miliki membuat semangat ini tak pernah padam,” ucapnya lirih namun tegas.

Saat saya tanya tentang mimpinya sepuluh tahun ke depan, Jamal tersenyum. Ia bercerita tentang tiga visi besar yang ingin ia wujudkan. Pertama, mendirikan Museum Koran, tempat di mana sejarah dan pengetahuan yang tersimpan dalam lembar-lembar berita dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Kedua, mewujudkan Ekspor Pertanian Kanreapia, agar hasil bumi desanya tak hanya dinikmati di pasar lokal, tetapi juga mampu bersaing di kancah internasional. Dan ketiga, membangun Pusat Studi Literasi Pertanian, sebuah ruang belajar terbuka bagi siapa pun, dari dalam maupun luar negeri, untuk bersama-sama belajar tentang literasi, lingkungan, dan pertanian berkelanjutan.

kampung sayur kanreapia

Senja perlahan turun di Kanreapia. Jamal tidak lagi duduk resah menatap kampungnya. Kini, ia berdiri gagah.

Dengan senyum mengembang, ia angkat capingnya tinggi-tinggi, seraya berseru, “Pemuda desa harus bangkit! Dari desa kita tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa. Dari desa untuk Indonesia. Dari desa untuk dunia.”

Api literasi di Kanreapia akan terus menyala, menyalakan perubahan bagi tiap generasi. Generasi yang sadar pentingnya pendidikan.



#APA2025-BLOGSPEDIA
Referensi:
Wawancara by telepon dengan Jamaluddin Daeng Abu
Wawancara by telepon dengan Aditya Iskar

Channel Youtube TV Tani Rumah Koran (https://www.youtube.com/@tvtanirumahkoran8950)
Instagram Rumah Koran (https://www.instagram.com/rumah.koran)


Video YouTube Channel SATU Indonesia: Bincang Inspiratif 16th SATU Indonesia Awards 2025 - Manado (https://www.youtube.com/watch?v=V083o5aKTDE&t=12s)

Irfan Fadlurrahman. Databoks. 2025. Persentase Penduduk Kabupaten Gowa Menurut Jenjang Pendidikan (https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/f77cd36db94cbcf/533-ribu-penduduk-gowa-berpendidikan-tinggi-pada-desember-2024)




septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini suka berpindah-pindah tempat tinggal, dan menceritakan perjalanan hidupnya di sini. Aktivitas Septi sebagai guru, volunteer dan pegiat literasi.
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar