septiayu

I’M THE STAR



            I’m The Star
Mungkin terlalu berlebihan jika saya mengatakan bahwa saya seorang superstar. Terlalu aneh kalau saya menyebut diri sebagai seorang yang hebat. Terlalu memaksa jika saya menganggap bahwa saya seorang yang cerdas. Dan masih banyak terlalu-terlau lainnya yang tak mungkin saya sebut satu per satu. Namun setidaknya saya adalah seorang superstar bagi kedua orang tua saya. He..he..he.. rada narsis dikit boleh kan?
I’m The Star.

Entah ada berapa banyak orang yang mencari, mencari dan mencai kelebihan diri. Mereka menyebutnya, “Proses Pencarian Jati Diri.” Saat bersekolah di SD mereka belum faham hal ini, tentu orang tua mereka yang faham. Apa kata orang tua ketika melepas anaknya yang hendak masuk SD? “Biar jadi orang” kata orang tua. Tapi setelah lulus SD apakah mereka sudah menjadi orang?  Mereka melanjutkan pencarian jati diri ke jenjang SMP, SMA, bahkan hingga ke perguruan tinggi. Lalu, apakah sudah bertemu dengan jati diri? Sebagian belum! Lalu harus kemana lagi mencari jati diri?
I’m The Star.
Pertanyaan justeru muncul, benarkah jati diri harus di cari? Bukankah dia telah lama bersemayam  pada diri? Atau jangan-jangan ia tengah tertidur, menunggu kita sadar untuk membangunkannya. Kapan kemudian kita bisa menghidupkan kembali kesadaran kita, untuk menghembuskan nafas pada kemampuan yang terpendam dalm diri?
I’m The Star.
Seorang yang hebat pernah berkata pada saya. “Kita hanya membutuhkan satu kelebihan! Hanya satu! Karena dengan tahu satu kelebihan itu, maka kita bisa mengasahnya. Contoh  kecil dari seorang yang besar ialah, Taufik Hidayat. Dia memiliki kemampuan bermain bulu tangkis amat mengagumkan, tapi apakah ia bisa memainkan olah raga lain? Atau, bisakah Taufik Hidayat mengerjakan soal fisika? Bahkan yang paling mudah sekali pun. Jika saya berkesempatan menemui beliau, ingin sekali saya menanyakan hal tersebut. Gubrakkk.
I’m The Star.
Begitu banyak orang yang tak tahu apa sebenarnya yang akan mereka lakukan, dan untuk apa mereka mengerjakan hal tersebut. Bagi yang tengah menempuh pendidikan tinggi saja, kebanyakan tak faham benar apa yang akan mereka kerjakan usai berteriak melepaskan topi wisuda. Banyak yang masih ragu apakah selembar ijazah sarjana dapat mengantarkan mereka pada kesuksesan.
I’m The Star.
Mimpi itu ada, kami pun selalu memiliki mimpi luar biasa. Namun sebagian besar tak mengerti dari mana akan  memulai dan mewujudkan mimpi itu. Namun hari ini, ah, bukan! Bukan hari ini, tapi sejak saya menginjakan kaki di fakultas ilmu budaya, mimpi itu mulai menuju titik terang. Saya yakin bahwa saya berada di tempat yang benar. Saya pun muali mengerti apa yang harus saya lakukan.
I’m The Star
Saya seorang pemimpi ulung. Amat percaya dengan keajaiban-keajaiban yang terjadi dalam proses pencapaian mimpi. Saya selalu berani untuk bermimpi, meski tak sedikit yang mentertawakan mimpi saya. Menganggap konyol tiap tindakan yang saya lakukan untuk meraih mimpi.
I’m The Star
Kegilaan saya hari ini tak lain atas dukungan orang-orang hebat yang selalu meletupkan percaya diri saya hingga ke puncak everest. Mereka adalah Tere Liye, A. Fuadi, Habibburahman El-Shirazy, dan yang paling sukses mengantarkan saya pada gerbang keberanian bermimpi, beliau ialah Andrea Hirata.
I’m The Star.
Pada akhirnya saya akan menyampaikan:
Saya, Septi Ayu Azizah. Calon Peraih Nobel atas karya-karya yang lebih dari  luar biasa. Penulis terbaik negeri ini, dengan karya yang inspiratif. Hari ini saya tengah bersiap menjadi seorang Superstar. Mungkin ini konyol. Saya yakin semua akan indah pada waktunya. Silahkan tertawa.
I Want to be a Superstar.
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar