Sahabat, Idul Adha sebentar lagi, adakah di antara sahabat yang akan berkurban tahun ini? Kali ini saya ingin membagikan perjalanan ke pulau terpencil di Sulawesi Selatan dalam misi persiapan tebar hewan kurban di pelosok Indonesia.
Pulau Sarappo Caddi, mungkin nama ini belum pernah kita dengar dalam daftar destinasi wisata. Tetapi bagi kami, para amil dan volunteer Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan, pulau kecil ini menjadi saksi akan besarnya harapan dan semangat berbagi meski tersembunyi jauh di pelosok negeri.
Menyusuri Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep)
Pagi itu, 15 Mei 2025 saya bersama amil dan volunteer Dompet Dhuafa memulai perjalanan dari Makassar ke Pelabuhan Pangkajene untuk kemudian menyebrang ke Pulau Sarappo Caddi. Langit cerah tanpa saputan awan, tak henti berdoa semoga Allah lancarkan perjalanan hingga kembali lagi ke Makassar.
Selama kurang lebih dua jam, perahu yang kami tumpangi membelah lautan. Kami menumpang perahu dakwah donasi dari Dompet Dhuafa Australia. Perahu ini bukan sekadar alat transportasi, tetapi jembatan harapan yang membawa kebaikan dari para donatur Dompet Dhuafa ke berbagai pulau di Pangkep, mulai dari mengantar da’i, guru, tebar hewan kurban, dan kegiatan kemanusiaan lainnya.
Sepanjang perjalanan, pikiran saya berkelana. Menumpang perahu kecil menyusuri lautan luas, tanpa sadar menghadirkan perenungan akan rasa syukur yang acapkali terlalaikan. Bayangan warga kepulauan ini harus menempuh waktu berjam-jam di lautan yang tak bisa di tebak, pasang surut gelombang, cuaca yang cepat berubah, belum lagi entah seperti apa kehidupan di pulau.
Sembari menikmati indahnya lautan dan puluhan pulau yang dilalui perahu, kami menyimak cerita Kak Ariel, Volunteer Dompet Dhuafa Sulsel yang berasal dari Pangkep dan telah khatam menjelajahi kepulauan Pangkajene. Kak Ariel menjelaskan tentang Pulau Sarappo Caddi yang merupakan satu pulau kecil dari 117 pulau di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Jarak tempuh pulau-pulau ini dari pelabuhan Pangkajene bervariasi, mulai dari 30 menit untuk pulau terdekat, hingga 16 jam untuk pulau terjauh.
Sarappo Caddi: Pulau Gersang di Ujung Pangkep
Setelah dua jam perjalanan laut, tibalah kami di pulau Sarappo Caddi, sambutan hangat dari warga membuat lelah perjalanan seolah lenyap. Anak-anak berlarian di dermaga kecil sambil tersenyum riang, beberapa orang dewasa dengan sigap membantu perahu kami bersandar, termasuk Kak Rusdi warga Sarappo Caddi yang juga Volunteer Dompet Dhuafa Sulsel. Dipandu Kak Rusdi, kami menyusuri lorong demi lorong pulau Sarappo Caddi, menyapa warga yang tengah beraktivitas, menyelami kehidupan di pulau yang sangat padat ini.
Pulau Sarappo Caddi bukanlah pulau eksotis dengan fasilitas lengkap. Sebaliknya, Pulau ini sangat gersang, sangat padat penduduk dan sangat minim fasilitas. Listrik hanya menyala empat jam sehari, pukul 18.00-21.00 WITA. Sinyal internet pun seolah main petak umpet. Jangan tanyakan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Jujur, saya sangat prihatin saat mendengar penuturan warga tentang listrik yang hanya 4 jam sehari sementara iuran yang harus mereka bayarkan sebesar Rp150.000 per bulan. Belum lagi sekolah satu atap untuk SD dan SMP yang berupa beberapa petak ruangan dengan kelas yang digabung (contohnya kelas satu dan dua dalam satu ruangan digabung untuk belajar bersama, begitu seterusnya untuk kelas yang lain).
Di balik segala keterbatasan itu, pulau ini dihuni sekitar 2.000 warga yang menggantungkan hidup pada laut. Mereka adalah saudara-saudara kita yang jarang tersorot, apalagi tersentuh program pemerataan pembangunan. Lantas, menghadirkan senyum di pulau ini akan menjadi cita-cita kita bersama.
Menghadirkan Senyum Lewat Kurban di Pelosok Indonesia
Menyelami kehidupan di Pulau Sarappo Caddi membuat hati kami semakin kaya akan rasa syukur dan berbagi. Bersyukur atas segala nikmat yang Allah titipkan untuk kemudian dibagikan kembali kepada mereka yang berhak. Perajalanan ini mengajarkan makna kurban yang terasa begitu nyata.
Kurban adalah pengorbanan, pengorbanan setiap hamba pada harta yang dicintai, pada ego dan kesenangan duniawi. Kurban juga bukan soal seberapa dekat kita memberi, tetapi seberapa jauh kita bersedia menjangkau mereka yang membutuhkan.
Berkurban di pelosok Indonesia seperti di Pulau Sarappo Caddi adalah bentuk nyata dari komitmen Dompet Dhuafa untuk menghadirkan keadilan sosial. Bukan hanya di kota-kota besar, tapi hingga ke titik paling terpencil yang sering dilupakan. Dan kehadiran kurban di Pulau Sarappo Caddi adalah bukti bahwa kebaikan bisa menyeberangi lautan.
Tahun ini, Dompet Dhuafa mengajak lebih banyak orang baik untuk ikut berkurban di pelosok Indonesia. Bukan hanya sekadar menyembelih hewan, tapi menghadirkan harapan. Karena di tempat-tempat seperti Sarappo Caddi, satu ekor kambing bukan hanya daging untuk dimakan, tapi juga simbol bahwa mereka tak sendirian.
Sarappo Caddi hanyalah satu dari 35.000 titik tebar hewan kurban di pelosok Indonesia yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Yuk, berkurban lebih bermakna bersama Dompet Dhuafa. Kita upayakan hadirkan senyum di wajah mereka yang jauh dari gemerlap kota. Mari kita kuatkan ikatan kemanusiaan hingga pelosok Indonesia.
Bagi sahabat yang ingin bergabung bersama kami, kurban di pelosok Indonesia, terutama di wilayah Sulawesi Selatan, bisa komen di bawah atau kunjungi website berikut ini ya sulsel.dompetdhuafa.org. Selamat menyambut Idul Adha, Sahabat.
Masya Allah.. sehat-sehat ya para amil dan volunteer dompet dhuafa. Terharu sekali banyak yang bergerak hingga ke pelosok negeri kayak Gini. Itu listrik mahal banget ya Allah. Dimana azaz pemerataannya ya.
BalasHapusSemoga para volunteer Dompet dhuafa senantiasa selalu diberikan kesehatan, kemudahan serta kelancaran dalam menjalankan tugasnya.
BalasHapusKeren lho! Menyebarkan kebaikan sampai ke Pulau Sarappo Caddi, ini juga jadi momen untuk membuka mata tentang realitas kehidupan di sana. Semangat para amil dan volunteer Dompet Dhuafa menghadirkan kurban hingga ke pulau terpencil ini menunjukkan makna sejati dari berbagi. :)
BalasHapusKaget pas baca listrik hanya nyala 4 jam per hari dan itu bun bayarnya 150 ribu per bulan. Ya Allah masih ada ya daerah yg kayak begini di Indonesia? Kasian sekali huhu. Fakta ini aja cukup mewakilkan gimana kondisi mereka di sana. Terima kasih buat para relawan yang sudah mengikhtiarkan tebar qurban sampai ke daerah ini, semoga benar2 bisa bermanfaat bagi warga setempat ya mbak, semoga apa amal para donatur dan relawan diberi balasan yang indah dari Allah.. Aamiin...
BalasHapusYa Allah listrik hanya 4 jam sehari, padahal listrik salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk kegiatan sehari-hari ya mba
BalasHapusAlhamdulillah senang sekali ada program ini. Bisa berbagi kurban di seluruh pelosok nusantara, terutama untuk daerah yg sangat membutuhkan
MasyaAllah, Mbak. Luar biasa sekali ceritanya. Perjalanan yang panjang (dan bagi saya mendebarkan) serta ajakan berkurban di titik yang memang membutuhkan.
BalasHapusSaya ingat 6-7 tahun lalu saat pertama kali tinggal di rumah kami, sekarang ini 2 tahun pertama tidak ada yang kurban di masjid, kontras sekali dengan RT sebelah yang daftar kurbannya 150an. Rasanya kaget dan sulit percaya.
Masjid RW sebelah, maksud saya
HapusQurban di pelosok memang lebih berdaya guna ya karena banyak yang membutuhkan juga. Bagus sekali program nya
BalasHapusMaasyaAllah terharu baca ini...Pembangunan di pelosok memang belum merata ya. Kukira kalau tinggal di pulau bakal luas secara tempat tinggal, ini seperti di kawasan pinggiran perkotaan kondisinya. Alhamdulillah masih ada lembaga-lembaga seperti Dompet Dhuafa dan para relawannya yang peduli dan rela berkorban untuk masyarakat dan sisi kehidupan yang invisible dari hiruk pikuk dunia maya. Baarakallaahu fiikum, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih besar untuk kalian
BalasHapusLuar biasa sekali y dedikasi dompet dhuafa untuk negeri.. Semoga volunteer dan kita diberikan kemampuan untuk saling berbuat kebaikan
BalasHapus