septiayu

Status FB Retakkan ukhuwah



Status FB Retakkan ukhuwah
oleh: Septi Ayu Azizah
“Jika kalian menasihati saudara kalian secara diam-diam maka kau telah menasihatinya. Jika kalian menasihati saudara kalian dengan terang-terangan (di depan umum) maka kau telah mempermalukannya” Imam Syafi'i.
Pernahkah anda dipermalukan di depan umum? Mungkin ada yang pernah merasakan. Apalagi hari ini jejaring sosial tengah menjamur. Banyak kemudian status-status yang bemunculan. Mulai dari status alay binti lebay hingga status marah-marah penuh sumpah serapah. Pernah saya membaca status seorang akhwat yang menjelek-jelekan saudaranya sendiri. Untungnya orang yang dijelek-jelekan tidak membalas dengan ungkapan sampah. Meski saat bercerita ia sendiri mengungkapkan “Sungguh, kalau agama ini mengizinkan, sampai lebaran monyet juga aku tak akan memafkan dia, ukh..” ungkap si Fulanah penuh dengan kekecewaan. Sebenarnya saya ingin tertawa (memangnya monyet juga lebaran?).
Amatlah wajar jika kita memiliki kekecewaan terhadap seseorang. Marah, kesal, sebal perasaan itu mungkin pernah tumpang tindih jadi satu menguasai diri kita. Yang jadi  persoalan adalah bagaimana kita bisa mengendalikan diri, bukan justeru perasaan dominan itu yang mengendalikan kita. Ini menjadi tantangan bagi kita untuk mengontrol emosi.
Menulis status sampah di FB bukanlah solusi yang bijak. Alih-alih mencurahkan isi hati, namun merugikan orang lain. Terlebih yang tengah kita perolok-olok saudara kita sendiri. Betapa sakitnya saudara kita jika mengetahui saudaranya sendiri bersikap demikian. Apalagi kalau ada pengguna lain yang ikut me-Like status dan menambah komentar yang “mendukung” status kita. Semakin banyak yang mendukung semakin banyak pula keburukan yang kita tebar. Nah lo, jerat setan sepertinya mulai menjalar. Semakin setan menguasai diri semakin kita bisa berdalih dengan seribu alasan. Kalau sudah sampai ke tahap ini, sejuta peringatan pun tak akan bisa di terima, sebab hati kita sudah terlanjur bebal.
Seorang teman pernah berkata pada saya, “Aku nggak sadar lo bikin status kayak gitu”.
“Halooo.... emang kemana aja sampai nggak sadar?” jawab saya meski di dalam hati.
Banyak dari kita yang mengaku tidak sadar saat menghujat. Kalau benar-benar tidak sadar lalu kita letakan di mana hati dan perasaan kita? Jangan-jangan hati kita sudah di target syaitan, bukan lagi di target tapi di gaet. Upsss.

Aku Mencintaimu Karena Allah
Kau tahu kenapa jari-jarimu dipisahkan dengan sela-sela kosong? Agar ada ruang untuk saudaramu, menggenggam erat tanganmu dan mengucapkan: “Aku mencintaimu karena Allah.”
Suatu hari pernah saya mendapat sms seperti yang saya tulis di atas. Bibir ini sempat melejitkan senyum. Dan mengalirlah sebuah jawaban seperti yang di ajarkan Nabi Muhammad SAW. “Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku.” (HR. Abu Dawud).
Ketika rasa cinta telah mengakar dalam diri tentu tak ada lagi alasan bagi kita untuk memperolok saudara kita. Sebab rasa benci itu telah berubah menjadi rindu. Seperti halnya kata orang kebanyakan, kalau sudah cinta makan bakso pun serasa makan soto. Loh? “Bukankah persaudaraan adalah mu’jizat, wadah yang saling berikatan, dengannya Allah persatukan hati-hati yang berserakan, saling merendah, saling memahami, saling mencintai, dan saling berlembut hati.” (Sayyid Quthb).
Sebuah ujian justeru yang akan menguatkan persaudaraan. Merekatkan kembali ukhuwah yang telah renggang. “Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh. Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan. Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justeru melukai. Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita. Hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil. Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja. Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping.”(Salim A. Fillah)
Ujian kesabaran bukanlah lagi ajang bagi kita untuk mengumbar amarah. Mencela lagi memperolok saudara kita baik lewat facebook maupun media lain. Semua masalah pasti ada solusi dan tiap dari kita lebih tahu solusi yang terbaik untuk kita. Bukan justeru pura-pura tidak mengerti, hingga pada akhirnya ada jiwa lain yang tersakiti.
Hari ini tentu kita amat mendambakan ukhuwah itu. Mengharapkan saudara-saudara kita mengucap lembut kalimat itu “Aku mencintaimu karena Allah.” Hingga bibir ini menjawab dengan doa “Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku.” Dan kalimat itu bukan hanya sekedar pemanis bibir. Kalimat yang benar-benar datang dari hati. Hingga tak ada lagi alasan bagi kita untuk menjatuhkan saudara kita.
Masihkah berminat menyuarakan kekesalan di FB?
Atau, membiarkan syaitan memenuhi ruang kosong dalam hati?
Hati siapa yang di target Syaitan?
Wallohua’lam.
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar