septiayu

Self Editing untuk Penulis Pemula

self editing
Self editing atau swasunting merupakan suatu tahapan menulis yang tak boleh dilewatkan oleh seorang penulis. Berhasil menyelesaikan sebuah naskah, fiksi maupun nonfiksi bukan berarti penulis telah sampai pada tahap akhir menulis. Masih ada hal penting lain yang harus ditunaikan oleh seorang penulis, yakni self editing atau swasunting.

Jika menulis adalah tugas dari seorang penulis, maka menyunting merupakan tugas penyunting. Pendapat tersebut benar adanya, namun, sebaiknya sebagai seorang penulis kita mampu melakukan swasunting. Tujuannya, agar naskah yang kita tulis minim dari kesalahan.

Naskah yang telah malalui proses swasunting akan memiliki nilai lebih, terlebih jika naskah akan diterbitkan, diikutsertakan dalam lomba atau seleksi. Naskah yang berantakan akan tersingkirkan sejak pandang pertama, duh duh duh, sedih sekali.

Lantas, bagaimana dengan tulisan yang akan dipublikasikan di media sosial? Tentu, proses swasunting tetap perlu dilakukan. Karena kita akan memanjakan pembaca yang mampir ke lapak kita, begitu bukan? Hanya saja, alasan terburu-buru ingin segera posting tulisan di sosial media membuat kita enggan melakukan swasunting. Hah, kita? Saya kali! Hehe, perlu diakui, saya sering kali abai melakukan swasunting pada naskah yang akan diunggah. Maaf ya Sob.

Bulan November, saya mengikuti dua kelas daring dengan materi swasunting. Pertama materi self editing bersama Mbak Lelita Primadani atau yang biasa dikenal dengan nama pena Nicco Machi dalam Pelatihan Menulis #2 yang diadakan oleh Nulis Bareng Alumni FIB, Undip. Kelas kedua oleh Teh Diana Dia dalam Kulwap Self Editing. Nah, agar materi dari Mbak Lelita dan Teh Diana tidak menguap-terlupakan, saya buat catatan dan simpan di sini ya Sob.
menyunting teks

Mengapa Perlu Self Editing?

“Draf pertama sebuah tulisan merupakan tulisan yang “masih mentah”. Tidak ada orang yang menulis draf pertama dengan sempurna. Setelah draf pertama selesai, butuh beberapa kali penyuntingan untuk mencapai tingkat tertinggi kematangan tulisan.” Jelas Mbak Nicco Machi, lanjutnya, “melakukan swasunting dapat memperbaiki kualitas tulisan. Ketika melakukan swasunting, penulis akan menemukan kesalahan yang sebelumnya luput, tidak terlihat saat fokus menulis.”

Ketika menulis sebuah naskah, akan lebih baik jika kita tidak tergesa-gesa melakukan swasunting. Kita bisa mengendapkan naskah kita terlebih dulu selama beberapa waktu, bisa satu sampai tiga hari. Kata Teh Diana, dengan melakukan pengendapan tulisan tersebut bertujuan untuk melepaskan “ikatan” dengan naskah sehingga bisa lebih objektif saat menyunting. Hal ini baik dilakukan ketika kita tidak dikejar tenggat waktu dalam menulis, kalau yang biasa kejar-kejaran dengan dateline macam saya ini, pengendapan tulisan bisa sangat singkat, hehe.

Seringkali ketika menulis, sibuk juga menyunting sehingga naskah pun tak kunjung selesai, hayo siapa yang biasa begini? Sering stuck karena hanya sibuk menulis dan membaca dari awal. Duuh, yang seperti ini bikin tulisan nggak selesai Sob!
penyuntingan naskah

Swasunting: Substansi dan Teknis

Mbak Diana menyampaikan ada dua hal yang harus diperhatikan saat melakukan swasunting, yaitu substansi dan teknis.

1. Substansi atau isi

Pada tahap ini, kita harus memeriksa hal-hal yang terkait dengan isi naskah, seperti:
  • Judul: Apakah sesuai dengan isi tulisan? Apakah sudah menarik perhatian pembaca?
  • Gagasan: Apakah naskah kita sudah mewakili gagasan yang ingin disampaikan? Apakah ada pesan yang belum terjelaskan dengan baik?
  • Logika dan kebenaran: Apakah ada kecacatan logika? Apakah naskah kita tidak bertentangan dengan kebenaran yang berlaku di masyarakat?
  • Legalitas: Apakah naskah kita bebas plagiarisme? Apakah ada kutipan-kutipan tidak disertai sumbernya?
  • Tanggung jawab moral: Apakah naskah kita tidak bertentangan dengan hukum atau mendorong pembaca untuk melakukan pelanggaran hukum? Apakah naskah kita akan berdampak positif atau negatif?

2. Teknis

Pada tahap ini, kita harus menyunting hal-hal yang berkaitan dengan teknis menulis, misalnya:
  • PUEBI dan Typo: Apakah naskah kita sudah ditulis dengan kaidah yang benar? Apakah ada kesalahan penulisan?
  • Diksi: Apakah diksi yang digunakan bermakna sesuai dengan yang kita maksud? Apakah ada diksi lain yang tepat atau tidak?
  • Kalimat dan Paragraf: Apakah kalimatnya sudah tepat? Apakah sudah efektif? Apakah sudah jelas, rancu, atau ambigu? Apakah antar paragraf sudah berkesinambungan? Apakah ada pengulangan atau tidak?
swasunting
Pada tahap ini penulis sangat akrab dengan KBBI, PUEBI, dan Tesaurus, yang bisa kita akses melalui aplikasi atau laman kemdikbud.

Pengalaman Teh Diana dalam Menyunting Naskah

1. Tanda Baca

Teh Diana pernah menyunting naskah yang bertebaran tanda seru sehingga sepanjang menyunting naskah merasa diteriaki. Jadi, pelajari penggunaan tanda baca yang tepat, ya!
  • Tanda titik digunakan untuk mengakhiri kalimat pernyataan.
  • Tanda seru digunakan untuk mengakhiri kalimat yang berupa seruan atau perintah,
  • Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara yang lain dalam kalimat majemuk. Tanda baca digunakan juga untuk mengakhiri dialog yang diikuti dengan dialog tag (dibahas di poin berikutnya).

2. Dialog dan Dialog Tag

Seringkali menemukan dialog yang diakhiri tanda titik dan diikuti dengan dialog tag yang ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
    “Ibu sedang pergi ke pasar.” Jawab Ayya
    Penulisan yang benar adalah:
    “Ibu sedang pergi ke pasar,” jawab Ayya.
Jadi, ketika diikuti dialog tag, selain kalimat tanya (diakhiri tanda tanya) atau kalimat perintah/seruan (diakhiri tanda seru), dialog selalu diakhiri tanda koma. Dan, dialog tag selalu diawali dengan huruf kecil, bukan huruf kapital.

3. Tidak Konsisten dalam Penggunaan Kata Ganti

Ini terkesan sepele ya, tetapi sebenarnya mengganggu. Jadi, kalau teman-teman sudah memutuskan menggunakan kata ganti ‘aku’, maka pergunakan untuk seluruh naskah. Begitu pun kalau teman-teman ingin menggunakan kata ganti ‘saya’.

Dialog baru diakhiri dengan tanda titik, apabila diikuti keterangan/bukan dialog tag. Misalnya: “Ini dompetmu.” Aku mengangsurkan dompet cokelat itu kepadanya.

4. Keliru menggunakan kata depan dan imbuhan ‘di’

Kata depan ‘di’ diikuti oleh kata tempat dan ditulis terpisah dari kata yang yang mengikutinya, sedangkan imbuhan ‘di’ diikuti dengan kata kerja dan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
  • Contoh penggunaan kata depan: di sekolah, di kantor, di dapur, di dada, di hati, di belakang, dll
  • Contoh penggunaan imbuhan: dipukul, ditendang, dipeluk, dll

5. Penggunaan ‘Pada’ dan ‘Di’

Kata ‘pada’ merujuk pada keterangan waktu, sedangkan ‘di’ merujuk pada keterangan tempat.
Contoh: Gunung Galunggung terletak di Tasikmalaya. Pada tahun 1982, gunung tersebut meletus.

Oke Sob, sudah siap melakukan swasunting dalam setiap goresan pena kita? Yuk, mulai lalukan self editing atau swasunting pada karya kita. Terbiasa akan menjadikan kita bisa.
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar