septiayu

Menjemput Bahagia #2

menjemput bahagia

Manusia cepat berubah ya. Iya, kayak musim. Bentar panas, tiba-tiba hujan. Tadi siang, eh malam pun menjelang. Kadang suka aja nggak terima,

"Eh, kenapa sih dia berubah. Kemarin masih senyum manis, sekarang pait banget tiap ketemu."

Em, sayangnya kita nggak bisa maksa semua orang bisa terlihat manis kan?

So, berhentilah.

Berhentilah berharap macam-macam pada manusia, karena ada saatnya kita akan kecewa. Gantungkan tiap harapan pada Allah, dan tak akan kita temui kecewa. Kita berusaha, Allah yang berkehendak. Kalau rabithahnya kuat, tentu amat mudah bagi Allah untuk mengikat hati tiap hamba kan?

"Eh, katanya makin dewasa kehidupan seseorang, ia makin kesepian ya?"

Eemm, iya nggak ya.. Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Dulu, mungkin kita punya begitu banyak sahabat, teman ngobrol, teman jalan, sobat ambyar.

Setelah perpisahan, setelah merantau atau pulang, setelah menikah, semua 'kembali' pada kehidupan yang 'utuh'.

Ada yang membentuk koloni pertemanan baru. Ada yang susah payah adaptasi di lingkungan baru. Ada yg selalu merasa sepi, tak kunjung dapatkan teman baru macam dulu. 

Tentu, kesyukuran menjadi kunci. Kunci bahwa bahagia dapat dicipta lewat syukur yang tak tertakar.

Apakah kamu kesepian? Kalau iya, mari kembali. Kembali mensyukuri indahnya masa lalu dan hari ini, sembari menata lembaran baru, menghadirkan indahnya masa lalu ke hari ini.

Kebayang gak? Dulu sebelum nikah, mikirnya masih bisa main bareng teman, makan bareng di angkringan, ngrumpi di bawah temaram gemintang. Setelah nikah? Jauuuh, jauh panggang dari api.

Makan sama si doi. Mau main doi lagi. Ngrumpi doi lagi (yang seringnya ditinggal tidor sih ya).

Lantas, apakah kebahagiaan jadi hilang?

Ya tergantung, mau nggak bersyukur? Simpelnya, yang belum nikah, bersyukur masih bisa ngumpul rame sama sobat ambyar.

Yang sudah nikah juga bersyukur, sudah menggenapkan agama dengan pasangan ambyar.

Nah, lagi-lagi kuncinya pada rasa syukur kan? Iya, itu resep dan kunci bahagia, sederhana tapi susih bingit praktiknya.

Selamat berjuang sobat ambyarkooh.. Eh salah, kita berjuang bareng-bareng ding. Hehe. 

Eh bener nggak sih, kadang kita tuh terlalu egois mikir diri sendiri. "Aku nggak mau temenan sama dia, maunya sama si ini dan si itu aja" Atau, "ih kenapa sih, aku selalu bareng dia, kan aku nggak suka!" Trus terjadilah keributan, salah paham, buruk sangka. Lantas, hati kita diketuk oleh kesadaran. "Hei, orang-orang itu dikirim sama Allah loh!" Iya yah, kalau perkara daun yang jatuh ke bumi aja sudah ditakdirkan oleh-Nya, apalagi soal siapa yg kita temui, siapa yang mewarnai hidup kita. Nah loh, ngeluhnya masih tinggi? Jangan-jangan syukurnya lagi ambyar..
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar