septiayu

TV Kampanye*

Televisi sebagai media elektronik yang tidak bisa lepas dari penglihatan manusia dijadikan sebagai sarana yang cukup efektif untuk menyampaikan beragam acara mulai dari hiburan seperti sinetron dan film, pembelajaran macam kuis dan talkshow, penyampaian informasi seperti berita, hingga promosi seperti iklan. Banyak orang yang mengungkapkan lebih senang menyaksikan iklan daripada nonton sinetron atau berita gosip.
Iklan merupakan bagian dari siaran televisi yang tidak dapat terpisah dari acara televisi
menjadi sarana yang digemari peserta pemilu, terlebih bagi partai dan calon presiden dengan calon wakil presiden. Baik partai maupun capres dan cawapres berlomba-lomba mempromosikan diri dan partai dengan performa terbaik, berharap simpati masyarakat untuk memilih dengan aksi yang mereka tunjukan di televisi.
Benar, tidak ada yang keliru dengan promosi atau apapun itu yang disajikan di televisi. Karena dukungan dan simpati masyarakat adalah tujuan utama yang harus didapat untuk kemenangan. Namun, kenyataannya banyak yang tak mengindahkan aturan main. Banyak pasangan calon maupun partai yang menayangkan iklan kampanye secara terus menerus tanpa memperhatikan batas iklan kampanye. Dalam UU nomer 42 tahun 2008  Bagian Kelima tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye, Pasal 53 (1) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di televisi untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye. (2) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di radio untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye. (3) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis iklan. (4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Pasangan Calon diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3).
Dewasa ini, masyarakat justeru merasa bosan dengan iklan yang disajikan oleh partai maupun pasanga calon karena dilakukan dengan terus menerus. Setip kali acara televisi selesai dan diselingi dengan iklan, iklan yang muncul adalah iklan parpol maupun capres dan cawapres. Masyarakat dibuat jenuh dengan penayangan iklan kampanye yang berulang-ulang, bisa jadi masyarakat yang tidak suka jadi tidak menaruh hati pada iklan kampanye tersebut. Alih-alih promosi partai untuk dapat simpatisan berakhir dengan kebencian penikmat siaran televisi.
Masyarakat hari ini adalah masyarakat yang cerdas menilai, menimbang dan memilih. Masyarakat awam sekalipun tidak dapat dibodohi dengan janji manis atau tampang keren aktor kampanye karena sudah terlampau sakit di hianati calon-calon sebelumnya yang amat profokatif di layar kaca.
Selain iklan, ada juga parpol dengan capres dan cawapres yang menjadi aktor utama dalam acara-acara televisi seperti reality show, road show, atau entahlah apa namanya. Menurut penglihatan saya sebagi penikmat tayangan televisi (bukan pakar televisi tentunya), parpol dan capres atau cawapres yang setiap harinya menghiasi layar kaca adalah mereka yang memiliki stasiun televisi. Seperti yang diketahui bersama ada enam stasiun televisi swasta yang dimiliki oleh tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan partai politik. Yaitu,  Grup VIVAnews (TV One dan ANTV) dikuasai oleh Aburizal Bakrie (Golkar), Grup MNC (RCTI, MNC TV, dan Global TV) dikuasai oleh Hary Tanoe (Hanura), dan Metro TV dikuasai oleh Surya Paloh (Nasdem).
Lantas mau dibawa ke mana partai yang tidak memiliki stasiun televisi? Setidaknya mereka perlu membeli televisi (membeli televisi bukan stasiun televisi), agar dapat menyaksikan siaran partai yang tengah berlomba mewarnai layar kaca.

*Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku online "Pemilu 5 Kotak" 
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar