septiayu

Mencintai Ketaatan

Cinta bercerita tentang mereka yang merindui janji suci. Berharap cinta bertahta pada keyakinan yang sama, saling memiliki, berbagi, dan kebanggaan atas jati diri. Harapan itu melebar pada perasaan ingin mencintai dan dicintai. Mengikat kesucian bukan atas nafsu dunia, bukan atas keindahan fisik. Ketaatan menjadi syarat berlabuhnya hati yang mencintai dan yang lainnya berharap bahwa ia merasakan apa yang ia rasa.

Keterbatasan jangkauan pikir acapkali menjadi penghalang ketaatan. Begitu banyak tapi, syarat, bahkan penolakan hanya kerena jangkauan pikir yang serba terbatas. Sedang hakikat ketaatan itu sendiri tanpa syarat, tanpa tapi, tanpa nanti. Hanya keyakinan yang akan mengalahkan sejuta prasangka. Dan percaya menjadi pengerat yang rekat.

Setiap orang merindui idealisme. Idealnya pernikahan terjadi pada mereka yang ada pada kondisi yang sama, seorang kader dakwah menikah dengan kader dakwah di jalan dakwah. Nyatanya, benturan tak selalu dapat dihindarkan. Tak selamanya idealisme itu menetap, hanya saja ketika itu terjadi apakah ia menjadi berbeda? Apakah tak lagi disebut menikah di jalan dakwah?

Ketika ketaatan itu berpihak, ketetapan berlaku pada jamaah. Takdir yang menjemput cinta untuk memenuhi haknya di jalan dakwah. Karena penilaian bukan terletak pada siapa dengan siapa, maka cukuplah proses yang mengantarkan pada janji suci yang mengikat. Proses. Proses yang mengatasnamakan jamaah. Dipilihkan, ditetapkan dan disatukan oleh jamaah.

Maka, tinggalah ketaatan yang memenuhi takdir. Beriring doa menjadi pengikat harap, menjadi penjaga atas setiap sikap, setiap kata, dan setiap rasa. Ketaatan membawanya melewati penjagaan yang menjaganya tetap suci. Ketaatan akan mengantarkannya hingga pada titik pasti atas setiap keyakinan.

Tentu tak mudah menjadi demikian. Hanya ridha atas setiap ketetapan yang mampu menjadikan seseorang mampu menepati ketaatan. Hanya proses yang dapat menjadikan seseorang mampu sampai pada keridhaan. Sudut pandang yang tak sama hanya mengarahkan pada prasangka-prasangka yang kurang tepat, dan itu menjadi tidak adil.

Ketika cinta menjemput pemiliknya, ketaatan menjadi jawabnya. Cinta datang bukan atas dasar pilihan fana, ia memenuhi panggilan Sang Penguasa Cinta, menepati takdir Nya. Kepada cinta yang hadir tanpa ragu tanpa tapi, tinggalah keshalihan yang diuji. Maka pada setiap ketetapan yang disandang pada pemilik hati, keteguhan menjadi saksi untuk mengikat janji. Ketika cinta menjemput takdir tak ada kata lain selain taat. 

septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar