septiayu

Kamu Lebih Beruntung


Jakarta, 8 Januari 2019
Jakarta mendung terus, semendung hatiku menanti kamu yang tak kunjung datang menjemputku sambil bawa tiket liburan ke planet lain. Malu aku malu pada tanggal merah yang berbaris di dinding, menatap ku curiga seakan penuh tanya, liburan mau ke mana? Mencuci baju jawabku. Nyanyi macam iklan di tipi-tipi ntu...
Pernah baca novel Laskar Pelangi? Suka nggak? Gegara suka banget sama tetralogi Laskar Pelangi jadi pengen banget kayak Pak Cik Andrea Hirata. Eh, menurutku sih, nggak papa kita pengen kayak orang lain. Kan banyak tuh yang suka bilang, "jadilah diri sendiri", menurutku sih, iya jadi diri sendiri, menjadi diri sendiri yang mengadopsi kebaikan-kebaikan dari orang lain. Gampangnya, kita ngefans sama seseorang, nah kita contoh hal-hal baik dari orang itu, gak masalah kan? Seperti kita meneladani Rasulullah SAW. Balik lagi ke Laskar Pelangi, ketemu orang-orang yang punya kesukaan yang sama itu bikin hepi, alias bikin ngobrol jadi nyambung, selalu aja punya bahan obrolan. Belum lagi suka berwacana bersama. Hahaha.
Aku punya kawan yang kita sama-sama suka banget sama Laskar Pelangi.
Berwacanalah kita ke Belitong, sampai-sampai pernah ikut event yang hadiahnya jalan-jalan ke Belitong. Berhasil? Gagal dong, hahaha. Terus si kawan ini, pernah bener-bener mau berangkat ke Belitong bareng sama keluarga besarnya. Tanggal keberangkatannya ke Belitong sama dengan tanggal pentingku, sebut saja tanggal nikahku. Sewotlah aku, “tega banget lu mentingin jalan-jalan daripada jadi saksi sejarah hidup gue yang cuma sekali seumur idup” kataku waktu itu pake nada maksa, nada kecewa, plus nada-nada sumbang lainnya. Hasilnya, batallah dia ke Belitong, hahaha, jahat banget kan aku.
Universite Paris Sorbonne, yang baca tetralogi Laskar Pelangi pasti paham ye. Nah ntu Univ pernah tuh masuk ke jajaran cita-cita yang pengen dikunjungi. Berkunjung aja kok, nggak sampe kuliah, aku cukup tahu kapasitas otak yang mungkin tertolak sama standar yang ada di kampus ntu. Yang mengejutkan, si kawan baikku yang gagal ke Belitong itu (udah sih sebut aja kita sama-sama belum dikasih kesempata ke sono) tetiba doi ngirim foto ntu. Foto Universite Paris Sorbonne, kan kan kan, kan gue jadi ngiler netes ngeces sambil sambat (sambat is nggrundel aka ngedumel) dalam hati, "Allah baik banget ya sama elu, tuh gagal ke Belitung langsung diganti ke Paris." Kalau ke paris pasti ke Eiffel juga dong, noh fotonya dikirim langsung dari sono selagi masih panas, bahasa ngapaknya fresh on the open.
"Kamu beruntung ya, lebih beruntung dari aku." Ini obrolan yang dulu sering banget terucap aku sama kawanku ini. Kapan terakhir kali kita ngobrolin ini? yang ujung-ujungnya gontok-gontokan berselisih, aku bilang kamu lebih beruntung, kamu bilang sebaliknya, akulah yang paling beruntung. Pernah nggak sih gaes berada di posisi ini? Ngerasa orang lain lebih beruntung. Ngerasaaa, iya kita beruntung, tapi orang lain jaauuuh lebih beruntung. Macam habis ujian, kita mungkin belajar sama kayak yang dipelajari teman kita, jam belajar sama, bahkan udah sama persis, berusaha disama-samain biar hasilnya sama. Hasilnya sama? Enggak. Tetep aja beda. Bagus sih nilainya, sama-sama bagus, tapi bagusan temen, kita dapat 90 temen kita dapet 91. Elaah beda seiprit doang, eiits tetep aja beda kan kan kan, hahaha.
Yah, setiap kita pasti pernah punya mimpi, harapan, cita-cita untuk bisa ini dan itu, bisa ke sini dan ke situ. Hasilnya? Ada yang sampai, ada yang tidak. Bedanya? Heemmm. Aku mencoba menyederhanakan soalan mimpi dan cita. Sederhananya cukup laporin sama Allah, bilang sama Allah tentang apa mimpi-mimpi kita. Minta sama Allah buat keberkahan hidup, keberkahan atas mimpi-mimpi yang kita ingini, sembari ikhtiarkan yang terbaik sebisa yang kita mampu. Perkara hasil biar Allah aja yang jadi juri, jangan serahkan pada diri kita, karena kita nggak akan pernah puas. Apalgi menyerahkan pada orang lain. Orang lain mah komentator, yang bisanya komen ini itu, suka ngukur kaki orang pake sepatunya dia, eh dikira semua ukuran kaki sama?
Cukupakan Allah saja, dan seberapapun hasilnya, seberapapun capaiannya, kita akan tetap berada pada koridor syukur yang tak berkesudahan. Merasa damai dalam keberkahan, bukan merasa puas karena hakikat kita tak pernah puas. Bukan rempong ngebayangin atawa membandingkan capaian-capaian orang lain trus habis tu lemas letih lesu lunglai. Tap tap tap... Mari berlari meraih mimpi~~~
 Usaha terbaik, doa terbaik, syukuri dan berbagi.
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji’.” 
(QS. Luqman: 12)


septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar