septiayu

Ramadan Covid-19 ~Serial Ramadan #1

Oleh: Septi Ayu Azizah
Depok, 8 Ramadan 1441 H
“Kasihan yaa....” ucapnya serius tertahan membuat penasaran, tapi kalimatnya benar-benar tertahan tak berlanjut, sengaja benar menggantung, memaksaku merespon.
“Siapa?” kataku singkat, tak acuh benar sembari tetap memainkan ponsel.
“Kasihan jomblo-jomblo ituh....”
“Hah? Kenapa?” tanyaku sambil mengangkat alis sebelah.
“Kasihan mereka, ramadan kali ini kesepian. Nggak ada teman, nggak ada pasangan. Untung aku udah nikah, hahaha, domaktingtingjosh.
Aku benar-benar ingin menimpuknya, bualannya sering kali amat receh, belum lagi
mimik yang tadinya serius seketika berubah jenaka dan harus betul diakhiri dengan ala-ala musik dangdut ‘domaktingtingjosh’. Tapi aku merenung kemudian, bukan, bukan soal mana yang lebih kasihan, melainkan benar-benar soal ramadan kali ini yang terasa ‘beda’nya.
Ramadan tak lagi semeriah tahun kemarin atau tahun-tahun sebelumya. Tak ada remaja masjid ramai memukul bedug mengetuk pintu rumah satu ke rumah lainnya membangunkan sahur. Tak ada kuliah subuh yang penuh sesak anak-anak ngantuk sambil membawa buku amaliyah ramadan tugas sekolah. Tak ada gerombolan mulai anak-anak, remaja, hingga dewasa yang berkeliling jalanan ba’da subuh mencari angin segar, yang  kepayahan setelahnya kemudian tidur hingga beduk dhuhur menjelang.
Tak ada para pencari takjil (PPT) yang sebelum ramadan tiba telah membuat daftar panjang masjid-masjid dengan takjil dan menu berbuka terenak, yang tentunya kebanyakan masjid-masjid di perumahan elit nan megah. Tak ada penjual es pisang ijo, es rumput laut, es cincau, kolak pisang, kolak ubi, kolak singkong, bubur sumsum, bubur kacang hijau, biji salak, gorengan, tahu bulat digoreng dadakan lima ratusan, tak ada mereka yang ramai dikerubuti pembeli yang kalap ingin menikmati semua hidangan yang dijual. Tak ada warung makan hingga restoran yang ramai dipenuhi anggota komunitas ini dan itu, keluarga besar ini dan itu untuk santap bukber. Tak ada tarawih berjamaah di masjid dengan shaf tumpah memenuhi jalanan dan gang-gang sekitar masjid pada sepuluh hari pertama ramadan. Tak ada tadarus Al Quran yang saling bersahutan dari toa masjid satu ke masjid lainnya, seolah ingin memenuhi langit ramadan dengan bacaan terbaik yang pernah ada- kalam Illahi.
Ah, jika dibuat daftar, panjang sekali “ketiadaan” aktivitas ramadan yang biasa dijalani tahun-tahun sebelumnya sebelum. Dan mungkin ‘ketiadaan’ di atas belum mewakili aktivitas-aktivitas ramadan lainnya yang biasa dijalani oleh setiap muslim di seluruh penjuru dunia.
Rindu, ramadan yang teramat kita rindui untuk bertemu ternyata membawa kita pada ramadan kali ini yang ‘begini’, eh kok begini? Iya, siapa yang mau menghadap ramadan di tengah pandemi? Hanya terkurung di rumah seperti seorang pesakitan yang tak bebas berkeliaran keluar. Hanya bersantap takjil yang mungkin ala kadarnya. Hanya berbuka dengan kamu lagi kamu lagi. Hanya tarawih pun kamu lagi kamu lagi. Tak kalah penting, hanya mendengar ceramah kamu lagi kamu lagi yang panjang durasinya melebihi kultum di tipi-tipi. Kultum di tipi mah, kuliah tujuh menit, kultum kamu: kuliah terserah antum, ini sih kultumnya makemak yang bete liat anaknya rebahan sepanjang hari, eh.
Terlepas dari hanya oh hanya yang begitu banyak kita tulis dalam daftar panjangnya ‘ramadan hanya....’ yang membuat lalai. Aiish, kenapa dengan ‘ramadan hanya....?’ kenapa bukan, ‘alhamdulillah ramadan....’
Ya, ada begitu banyak kesyukuran yang patut di daftar dalam list panjangnya ramadan kali ini bukan?
#serialramadan septiayuazizah.blogspot.com
Alhamdulilllah, menikmati ramadan dengan kesederhanan, jadi pengen banyak berbagi ke abang-abang cilok. Alhamdulillah, sejak si Kakak masuk SMP jarang banget ketemu, sekarang 24 jam bareng jadi tahu kelakuannya yang hobi ngupil, eh jangan-jangan dia suka ngupil di kelas ya. Alhamdulillah, lima tahun nikah baru kali ini 24 jam bareng-bareng terus, biasanya mah kita sibuk dengan kerjaan masing-masing. Alhamdulillah, tiap hari bisa jamaah bareng-bareng jadi tahu kalau surat favorit Ayah tuh TriQul yaa, tiap hari yang dibaca itu terus. Alhamdulillah, alhamdulillah, dan alhamdulillah.
Alhamdulilah, kesadaran untuk terus bersyukur menambal hati yang kian rusuh di tengan pandemi covid-19 yang entah kapan berakhir. Kesadaran untuk terus belajar dan membaca tiap hikmah yang Allah selipkan pada tiap keadaan yang membuat hati jatuh-bangun. Belajar, belajar, dan belajar.
Bukankah kehidupan selalu mengajak kita untuk belajar? Seperti kata Bang Tere Liye, belajar tentang makna kehidupan sejati, kesenang berbagi, dan merasa cukup dengan kehidupan yang sederhana. Ramadan dan kita, kita dan ramadan. Apa yang kita harapkan dari ramadan? Buka bareng teman-teman di restoran mewah? Berburu takjil sepanjang jalan? Ngabuburit di mall sembari berburu diskon baju lebaran? Atau oh atau berburu taqwa?
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
(QS. Al Baqarah: 183)

septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

Posting Komentar