septiayu

Obat Rindu: Pulang

14 komentar
obat rindu


Pulang, selalu menjadi obat rindu, obat dari segala rasa dan resah yang menggangu. Segala letih, resah, rindu, yang beradu memaksa untuk bertemu, jawabnya hanya satu; pulang. Pulang selalu menjadi obat, penawar atas candu dunia yang fana. Letih berburu pada suatu ketakwajaran harga diri yang entah apa ujungnya. Inilah kisahku pada rindu dan pulang, akankah kau menyimaknya?

22 Juli 2021

Bulan resah memggantung tertutup mendung. Apakah ia yang resah atau hatiku yang resah tiada kenal lelah. Entahlah, sejak mobil yang kutumpangi meninggalkan rumah kami, hanya resah dan harap yang memelukku. Bagaimana tidak resah jika kedua orang yang paling kucintai terbaring lemah di tempat tidurnya nan jauh di kampung halaman, tak sedikitpun berbicara saat panggilan video kami layangkan. Dalam resahku, tak berkesudahan kurapal harap, berharap Sang Maha Penyembuh memeluk kami, sekali lagi mencurahkan kebaikannya pada kami yang lemah.

Sekali lagi kutatap bulan yang tertelan awan mendung, kelabu, suram, hanya itu yang terlihat dari rest area tempatku berdiri. Aku menyapanya dalam hati, esok saat aku sampai di rumah orang tuaku, aku akan kembali menyapamu, dan aku yakin kau akan sangat cantik tanpa saputan mendung. Dan harapku, esok hatiku tak semendung hari ini, bukankah kita selalu tampil terbaik di tempat yang terbaik?

Tak seperti biasanya, saat ini, keceriaan tak bisa hadir saat diri berlabuh pada dermaga terbaik, rumah. Sekali lagi menyaksikan mereka yang kusayangi tergolek lemah tanpa daya. Tak tahan rasanya menahan sesak yang memburu. Berkali-kali diam menahan tangis tanpa air mata. Begitu sesak bukan saat kau bersedih tapi kau sembunyikan seluruh kesedihan? Menyimpannya dalam-dalam, berpura-pura tersenyum seolah semua baik-baik saja.

Hari berpilin layaknya fajar berganti malam, pada tiap bait rasa sakit, selalu ada optimisme yang menderu. Memantik semangat dan mengubur dalam-dalam setiap asa yang putus. Semangat itu kini menular, menjalar menghilangkan dan mengubur rasa sakit. Hari ini aku belajar banyak hal, benar adanya, pulang bisa menjadi obat dari segala sakit, tak hanya itu pulang bisa menjadi obat rindu yang paling mujarab.

Sekali lagi Sang Maha Penyembuh memeluk kami, tepat seperti harapan kami. Tiada lelah kami melesatkan doa, meliuk menuju langit Kuasa-Nya. Hari kedelapan setelah kepulangan kami, kedua orang tua yang paling kami sayangi pulih. Pulih seolah kemarin tak merasakan sakit. Sungguh, kebahagiaan berpihak pada kami, mengantarkan kami pada rasa syukur yang panjang tiada bertepi. Lalu kami pun kembali, kembali meninggalkan rumah yang selalu menawarkan kerinduan.

Senja merona, merahnya ingatkanku pada pulang
Dan pulang adalah memori cerita tentang engkau, tentang rindu
Perih pula sesak, tentang kau yang bangkit dari siklus tak wajar. ~Rena Omide

Tentang Rindu

Jika ada kesempatan untuk merindu, ingin kukatakan bahwa aku rindu. Sejauh apa rasa rinduku? Sejauh jarak dan waktu yang dirancang untuk memisahkan pertemuan. Jika ada kesempatan untuk bertemu, ingin selalu kubertemu. Tapi, sekali lagi, jarak dan waktu selalu menjadi jurang pemisah.

Aku bersyukur, dalam setiap perjumpaan dan perpisahan selalu melahirkan ruang rindu. Ruang yang selalu diisi dengan penuh rasa syukur. Lantas perlahan kita menyadarinya, kalau sedang rindu tapi tak bisa bertemu, kalau sedang ingin bersama tapi tak bisa berjumpa. Kita hanya perlu mengingat kebersamaan yang telah lalu, dan berusaha menjadi lebih baik di hari-hari sekarang, sehingga kelak ketika bersua kita dalam kondisi terbaik.

Terbaik, karena sama-sama tahu beratnya perpisahan, dan nikmatnya kebersamaan. Sehingga setiap hari semakin bertambah rasa syukur kita atas pertemuan kita, atas kebersamaan kita, atas segala ketetapan-Nya menyatukan kita.

Kepada siapa rindu ini bertuan? Kepada mereka yang selalu menyayangi, kepada mereka yang menerima kita tanpa tapi. Mereka disebut orang tua. Lalu, ke mana rindu ini berlabuh? Selalu, rindu berlayar pada pulang dan mengantarkan kita pada pelabuhan rumah.

Lalu, maafkan aku karena tak kesempurnaanku yang selalu tak mampu menahan rindu, tak kunjung mampu menahan resah yang tak berkesudahan. Aku hanya ingin, sekali lagi meneguk manisnya obat rindu, yakni bertemu. Ya, pulang, bertemu dengan segala memori kenangan. Bertemu pada setiap harapan di masa lalu yang tertutup waktu. Lalu, kembali kupeluk malam yang bertabur impian, merasakan sejuknya angin yang terus berbisik, pulang. Pulang dan berbahagialah.
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini, lahir di Banjarnegara, ber-KTP Jakarta, tinggal di Depok. Menulis bagi Septi adalah mencurahkan asa agar bermanfaat tentunya. Aktivitas Septi sebagai guru, pegiat literasi sekolah, dan tentunya menjadi istri penuh waktu.

Related Posts

14 komentar

  1. Senandika dengan pilihan diksi yang indah, tentang rumah, kampung halaman, dan orang-orang spesial yang sangat kita sayangi -orang tua-

    BalasHapus
  2. Untaian rindu sampai kesini, menyejukkan sekaligus membuat sesak memanggil-manggil untuk bertemu.
    Terima kasih memberi jeda untuk mengingat rindu

    BalasHapus
  3. Heu heu jadi teringat rumah dan orang tua. Semoga sehat-sehat selalu untuk seluruh keluarga dimanapun berada,.

    BalasHapus
  4. Deep sekali mba. Aku benci rindu sebetulnya. Karena obatnya nggak selalu bisa terealisasikan. Ada jrak, ada umur, ada waktu, banyak hal yg membuat rindu tinggal hanya rindu. Bahagia selalu ya mba :')

    BalasHapus
  5. Kak, aku suka sekali diksi yang diurai di atas. Kena dan dalem sekali artinya. Ah memang ya rindu itu selalu berakhir dengan candu :)

    BalasHapus
  6. Ah dalemm banget sih kata-katanya aku pun jadi melow mbak.

    BalasHapus
  7. Bersyukurlah karena masih ada rumah untuk pulang saat rindu.
    Suatu saat, akan ada masanya dimana hanya doa dan pusara sebagai pengobat rindu

    BalasHapus
  8. duh, dalem banget.. jadi pengen pulang ke kampung halaman. pengen kumpul sama keluarga di sana. huhuhu sayang belum bisa pulang :')

    BalasHapus
  9. Kalau bicara orang tua, selalu sedih dan rindu... Semoga abah dan umi berada dalam rahmat-Mu ...

    BalasHapus
  10. Melo aku.... Rindu dua tahun ini sangat berat bagiku. Hanya memeluk harap dan melangitkan doa semoga yang di sana sehat dalam masa senjanya tanpa anak di dekatnya.

    BalasHapus
  11. Sejak ikut suami, yang jaraknya 1 jam perjalanan dari rumah orang tua ku, rasanya memang mengharukan tiap ada kesempatan untuk pulang. Saya bisa seminggu 2-3 kali pulang jika pas ada kesempatan. Dan rasanya tetap sama, rinduuu luar biasa dengan orang tua.

    BalasHapus
  12. deep sekali rasanyaaa, ada kata pepatah obat rindu itu bertemu.. :')

    BalasHapus
  13. Indah sekali bacanya Mbak. Jadi ingin pulkam juga:(

    BalasHapus
  14. Nggak...nggak akan kuat menanggung rindu. Lebih baik berpisah jika tak bisa bersama. Eaaaa

    BalasHapus

Posting Komentar