Belakangan ini publik dibuat miris dengan maraknya kasus yang terjadi di dunia pendidikan. Mulai dari bullying, kekerasan fisik, hingga pelecehan verbal dan seksual yang melibatkan oknum guru. Misalnya, kasus seorang guru di Jawa Barat yang melakukan pelecehan verbal terhadap siswinya, guru yang menampar siswa di Jawa Tengah, atau kasus kekerasan seksual di berbagai wilayah yang sempat menggemparkan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, fenomena serupa juga terjadi di berbagai negara, menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar insiden tunggal, tetapi isu serius yang membutuhkan perhatian bersama.
Kasus-kasus tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: Mengapa seorang guru bisa bersikap demikian? Dan lebih penting lagi, apakah perilaku guru sebagai pendidik perlu diatur secara tegas melalui kode etik dan pedoman profesional?
Guru bukan hanya penyampai materi pelajaran, tetapi juga role model bagi siswanya. Setiap ucapan, sikap, dan keputusan guru bisa meninggalkan bekas dalam ingatan anak-anak, bahkan seumur hidup. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah kompas moral yang jelas, yang kita kenal dengan nama Kode Etik Guru.
Kode etik ini hadir bukan untuk membatasi kebebasan guru, melainkan untuk memastikan profesi mulia ini dijalankan dengan penuh tanggung jawab, adil, dan manusiawi.
Apa Itu Kode Etik Guru?
Secara sederhana, kode etik guru adalah seperangkat aturan moral dan profesional yang menjadi pedoman perilaku guru dalam menjalankan tugasnya. Tidak hanya mengatur hubungan guru dengan murid, tapi juga dengan ilmu pengetahuan, rekan sejawat, dan profesi itu sendiri.
Kode etik bertujuan menjaga integritas guru agar selalu menempatkan pendidikan sebagai misi utama. Landasan hukumnya pun kuat, misalnya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta peraturan organisasi profesi seperti PGRI.
Mengapa Perilaku Guru Perlu Diatur?
- Guru adalah role model: segala ucapan dan tindakan guru bisa melekat dalam ingatan siswa.
- Mencegah penyalahgunaan wewenang: dengan kode etik, guru diarahkan untuk tidak menggunakan otoritasnya demi kepentingan pribadi.
- Meningkatkan kualitas pendidikan: perilaku guru yang etis menciptakan suasana belajar yang sehat, adil, dan menyenangkan.
Prinsip-Prinsip Utama dalam Kode Etik Guru
Kode etik guru bukan sekadar aturan perilaku, melainkan panduan moral yang memberi arah dalam profesi mengajar. Tomlinson dan Little merumuskan 11 prinsip utama yang menekankan integritas, keberanian moral, hingga tanggung jawab profesi. Prinsip-prinsip ini dirancang agar guru tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter siswa dan memberikan pengaruh positif yang bertahan lama dalam perjalanan hidup mereka.
Secara garis besar, kode etik guru mencakup tiga lingkup besar:
- Etika terhadap ilmu pengetahuan: Guru harus jujur, kritis, dan terus mengembangkan diri agar mampu mengajarkan ilmu secara valid dan relevan.
- Etika terhadap peserta didik: Guru wajib adil, menghormati perbedaan, serta mengutamakan kepentingan murid dalam setiap proses pembelajaran.
- Etika terhadap profesi: Guru perlu rendah hati, bekerja sama dengan rekan profesional, dan berkontribusi untuk memajukan dunia pendidikan secara keseluruhan.
Nilai-nilai seperti integritas intelektual, keberanian moral, dan kerendahan hati menuntun guru untuk bersikap profesional, adil, peka terhadap keberagaman, serta aktif dalam membangun lingkungan belajar yang sehat dan inspiratif. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, guru dapat menata landasan moral dan intelektual yang kuat sebelum menerapkannya dalam praktik sehari-hari.

Namun, memahami prinsip-prinsip tersebut hanyalah langkah awal. Nilai-nilai yang dirumuskan oleh Tomlinson dan Little ini tidak cukup dipahami secara teoritis, mereka harus hidup dalam perilaku nyata seorang pendidik. Karena itu, prinsip-prinsip kode etik guru perlu diterjemahkan menjadi tindakan praktis yang terukur, dilaksanakan, dan diteladankan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dengan pendekatan ini, guru bukan hanya menjadi pengajar yang mentransfer pengetahuan, tetapi juga pendidik yang menanamkan karakter, memberi inspirasi, dan meninggalkan jejak positif dalam kehidupan murid. Berikut adalah 11 rencana tindakan praktis berdasarkan kode etik guru yang bisa diterapkan dalam keseharian profesi.
11 Rencana Tindakan Praktis Berdasarkan Kode Etik Guru
1. Integritas Intelektual (Intellectual Integrity)
Rencana tindakan: Mengajarkan siswa cara berpikir kritis dan menghargai proses pencarian ilmu.
Contoh praktik: Menggunakan sumber belajar yang valid, membiasakan diskusi berbasis data, dan menunjukkan pentingnya menguji kebenaran sebelum menerima informasi.
2. Integritas Kejuruan (Vocational Integrity)
Rencana tindakan: Terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan sesuai perkembangan zaman.
Contoh praktik: Mengikuti pelatihan guru, membaca jurnal pendidikan terbaru, dan mencoba metode pembelajaran baru sesuai kebutuhan siswa.
3. Keberanian Moral (Moral Courage)
Rencana tindakan: Berani menyampaikan kebenaran dan memilih metode yang sesuai meskipun tidak populer.
Contoh praktik: Mengajarkan topik sensitif (misalnya toleransi atau isu lingkungan) dengan tetap objektif meskipun ada resistensi.
4. Mendahulukan Kepentingan Orang Lain (Altruism)
Rencana tindakan: Menempatkan kebutuhan belajar siswa di atas kepentingan pribadi.
Contoh praktik: Menyediakan waktu tambahan untuk siswa yang kesulitan belajar meski di luar jam pelajaran.
5. Tidak Berpihak (Impartiality)
Rencana tindakan: Memperlakukan semua siswa secara adil tanpa diskriminasi.
Contoh praktik: Memberi penilaian berdasarkan kualitas pekerjaan, bukan karena kedekatan pribadi atau latar belakang siswa.
6. Memiliki Wawasan Kemanusiaan (Human Insight)
Rencana tindakan: Menghargai keberagaman dan latar belakang sosial siswa.
Contoh praktik: Menyesuaikan metode mengajar untuk siswa dengan keterbatasan ekonomi atau kebutuhan khusus, serta menghindari stereotip.
7. Memikul Tanggung Jawab Pengaruh (The Responsibility of Influence)
Rencana tindakan: Menyadari bahwa ucapan dan tindakan guru berdampak jangka panjang pada siswa.
Contoh praktik: Memberikan motivasi positif yang membekas, menghindari kata-kata yang merendahkan, dan menjadi teladan sikap disiplin.
8. Kerendahan Hati (Humility)
Rencana tindakan: Bersedia mengakui keterbatasan diri dan belajar dari orang lain.
Contoh praktik: Mengakui kesalahan saat salah menjelaskan materi, serta terbuka menerima masukan dari siswa atau rekan guru.
9. Kolegialitas (Collegiality)
Rencana tindakan: Bekerja sama dengan rekan guru untuk kepentingan peserta didik.
Contoh praktik: Aktif berdiskusi dalam MGMP atau forum guru untuk mencari solusi bersama atas masalah pembelajaran.
10. Kemitraan (Partnership)
Rencana tindakan: Mengakui peran orang tua, siswa, dan rekan dalam proses pendidikan.
Contoh praktik: Melibatkan orang tua dalam program literasi, mendengarkan aspirasi siswa, dan berkolaborasi dengan komunitas sekitar sekolah.
11. Tanggung Jawab dan Aspirasi Profesi (Professional Responsibilities and Aspirations)
Rencana tindakan: Menjaga martabat profesi guru dan aktif menyuarakan kepentingan pendidikan.
Contoh praktik: Menulis opini tentang kebijakan pendidikan di media, mengikuti organisasi profesi, dan menjadi advokat literasi.
Dengan menerapkan 11 rencana tindakan praktis di atas, guru bukan hanya menjalankan profesinya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan yang berintegritas. Setiap langkah kecil, mulai dari keberanian moral hingga kerendahan hati, akan membentuk ekosistem pendidikan yang lebih sehat dan bermakna. Pada akhirnya, kode etik guru bukan sekadar aturan tertulis, melainkan kompas moral yang menuntun guru dalam setiap keputusan, interaksi, dan pengabdian bagi dunia pendidikan.
Strategi Menumbuhkan Kesadaran Etika Guru:
- Mengadakan sosialisasi rutin kode etik di awal tahun ajaran.
- Membahas studi kasus pelanggaran etika sebagai refleksi.
- Menjalankan program mentoring antar guru.
Kode etik guru bukan sekadar aturan formal, melainkan panduan moral yang menjaga marwah pendidikan. Perilaku guru memang perlu diatur agar proses belajar mengajar berjalan adil, manusiawi, dan penuh makna.
Dengan menerapkan 11 tindakan praktis berdasarkan kode etik, guru bisa menjadi teladan sejati yang meninggalkan jejak positif dalam kehidupan peserta didik. Lantas, bagaimana menurut sahabat? Apakah perilaku guru sebagai pendidik perlu diatur? Tulis pendapatmu di kolom komentar ya.
Perlu adanya kode etik guru karena para guru bukan pekerjaan melainkan sebuah profesi berupa amanah untuk menjadi panutan murid dan menjadi orang tua kedua di sekolah. Murid menjadi aman dan nyaman menuntut ilmu, guru pun akan dihormati dan dipercayai. Jaman sekarang banyak guru yang tidak mendapatkan haknya. Tidak menutup kemungkinan murid menganggap itu adalah hal wajar, karena banyak para oknum guru yang tidak amanah. Jadi, mari kita bekerja sama murid, guru, orang tua memperbaiki diri demi pendidikan cerah.
BalasHapusGuru: digugu dan ditiru. Akronim yang menjadi pengingat bahwa tindak tanduk kita dilihat dan ditiru oleh murid. Artikel ini menjadi pengingat pada semua pendidik untuk lebih memahami dan melaksanakan kode etik profesi.
BalasHapusSekali lagi, artikel ini sangat bermanfaat. Semoga makin banyak guru dan pemangku kepentingan yang sadar bahwa aspek etika adalah fondasi utama dalam pendidikan.
BalasHapusSalam semangat, dan terus berkarya! ✨